JAKARTA — Komisi XII DPR RI memainkan peran sentral dalam rapat kerja intensif membahas revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) dan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang digelar sepanjang hari ini. Rapat ini bukan sekadar formalitas legislasi, melainkan medan perdebatan strategis yang menunjukkan bagaimana parlemen menjalankan fungsi kontrol dan inisiatif kebijakan energi nasional secara aktif dan berpihak kepada rakyat.
Dihadiri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, yang baru saja dilantik kembali ke Kabinet Merah Putih Jilid II oleh Presiden Prabowo Subianto, rapat berlangsung dinamis sejak pagi hingga sore. Komisi XII tampil sebagai mitra kritis sekaligus strategis dalam memastikan arah reformasi kebijakan energi nasional berjalan di rel konstitusi dan aspirasi masyarakat.
Salah satu suara penting dalam forum tersebut adalah Anggota Komisi XII dari Daerah Pemilihan Kalimantan Barat, Dr. (H.C.) Drs. Cornelis, M.H. Dalam berbagai intervensinya, Cornelis menekankan pentingnya menyelaraskan regulasi nasional dengan kebutuhan riil di daerah-daerah yang selama ini tertinggal dari sisi pasokan energi, seperti Kalimantan Barat.
“Kami menghadapi diskusi alot dalam menyelaraskan draf UU ini dengan putusan Mahkamah Konstitusi, tapi itu bagian dari komitmen kami agar rakyat di perbatasan dan pedalaman tak terus jadi korban ketimpangan energi,” tegas Cornelis.
Komisi XII bukan sekadar membahas teknis pasal per pasal. Mereka juga mengevaluasi secara menyeluruh naskah akademik dan draf RUU perubahan ketiga atas UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan serta UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas. Plt. Kepala Badan Keahlian DPR RI pun diminta menyerahkan jawaban tertulis atas seluruh masukan anggota paling lambat 28 Juli 2025.
Langkah ini menunjukkan betapa Komisi XII serius menjaga prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses legislasi. Fungsi pengawasan diperkuat. Pemerintah tak bisa lagi berlindung di balik jargon pembangunan jika rakyat di Kalimantan Barat dan wilayah tertinggal lain masih hidup dalam gelap.
Cornelis secara spesifik juga mengkritisi lemahnya investasi migas di daerah. Ia mempertanyakan ke mana saja peran SKK Migas selama ini dalam mengawasi sektor yang menurut data terkini mengalami kebocoran besar.
“Angka korupsi di sektor energi—seperti yang menjerat Pertamina hingga Rp 900 triliun—menggambarkan betapa lemahnya tata kelola. Kami di Komisi XII tidak tinggal diam. SKK Migas harus diaudit total,” ujar Cornelis, yang dikenal vokal dalam isu-isu energi dan pembangunan daerah.
Rapat yang terus berlangsung hingga pukul 17.32 WIB ini juga membahas evaluasi dampak ekonomi dari revisi regulasi energi. Ketua dan Wakil Ketua Komisi XII menegaskan bahwa revisi ini harus melahirkan sistem hukum yang berorientasi pada keadilan energi, kedaulatan nasional, dan keberlanjutan lingkungan.
Bukan hanya menjawab tantangan global, regulasi baru diharapkan menjadi alat untuk menjamin hak-hak dasar warga negara atas energi yang merata dan terjangkau. Kolaborasi antara DPR RI dan pemerintah dalam forum ini mencerminkan tanggung jawab bersama untuk menciptakan masa depan energi yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.